Taman Nasional Tesso Nilo Kritis: Ribuan Hektare Hutan Hilang, Ratusan Nama Terseret Kasus Alih Fungsi

PEKANBARU (Sempadanpos.com)– Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu, Riau, kini berada di titik kritis. Kawasan konservasi yang awalnya ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 255/Menhut-II/2004 ini mengalami degradasi parah, menyisakan hanya sekitar 20 ribu hektare dari total luas awal 81.739 hektare. Sebagian besar kawasan kini telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit dan pemukiman warga.

TNTN sejatinya merupakan habitat penting bagi satwa langka seperti gajah Sumatra. Namun, realitas di lapangan menunjukkan kawasan ini juga telah menjadi sumber penghidupan bagi ribuan masyarakat selama hampir dua dekade. Ketegangan antara kepentingan konservasi dan ekonomi masyarakat lokal kian meningkat setelah Satuan Tugas Pengendalian Perusakan Hutan (Satgas PKH) mengungkap luas kerusakan hutan yang signifikan.

Jakson Sihombing, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Organisasi Masyarakat Pemuda Tri Karya (Ormas PETIR), mengungkapkan hasil observasi mereka yang menyasar langsung titik-titik koordinat yang terindikasi terjadi pelanggaran hukum.

“Terbukti adanya dugaan penyerobotan kawasan hutan yang dibabat dan dijadikan kebun sawit pribadi. Selama hampir 20 tahun, sekitar 574 hektare hutan dialihfungsikan tanpa kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), bahkan tanpa pajak,” ungkapnya, Senin (23/6/25).

Jakson juga menyebut sejumlah nama pemilik kebun sawit yang diduga terlibat, di antaranya Obelin Marbun, Zulmanyah Sekedang, Raja Isyam dan banyak lagi sekitar 173 orang. Meski sebagian mengklaim nama mereka dicatut, Obelin sendiri mengakui bahwa lahan yang digarap adalah kawasan hutan, dan meminta agar statusnya diputihkan.

“Ini jelas merugikan negara. Mereka sudah hidup kaya dari lahan negara. Penyitaan harus dilakukan, bukan hanya pada korporasi besar, tapi juga terhadap individu. Kami desak aparat hukum, khususnya Tim Percepatan, Pemulihan, Pasca Penguasaan (TP4), untuk tidak berhenti hanya pada penyelidikan awal,” tambah Jakson.

Sementara itu, Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, menyatakan komitmennya dalam menindak tegas para pelaku deforestasi, termasuk aktor intelektual yang menjadi dalang dari alih fungsi kawasan hutan ini. Ia juga mengapresiasi terbentuknya TP4 sebagai langkah strategis untuk memulihkan fungsi ekologis kawasan konservasi tersebut.

Tesso Nilo, yang seharusnya menjadi benteng terakhir keanekaragaman hayati di Riau, kini menjadi cerminan konflik laten antara perlindungan lingkungan dan kepentingan ekonomi. Pemerintah dan masyarakat sipil dihadapkan pada pilihan sulit: mempertahankan hutan atau menyesuaikan regulasi demi realitas sosial yang telah terlanjur terbentuk.(dwi)

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights