Protes Masyarakat Tanjungpinang Terhadap Kenaikan Tarif Pelabuhan: Tuntut Transparansi dan Sosialisasi yang Lebih Jelas

TANJUNGPINANG (Sempadanpos.com)-PT Pelindo Multi Terminal Branch Tanjungpinang melalui Branch Manager, Tonny Hendra Cahyadi, mengumumkan bahwa kenaikan tarif pelabuhan internasional akan diberlakukan secara bertahap mulai 15 Maret 2025. Menurut Tonny, kenaikan ini disertai dengan perbaikan fasilitas dan akses bagi penumpang untuk meningkatkan kenyamanan. Namun, keputusan ini menimbulkan reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, termasuk LSM dan anggota DPRD Tanjungpinang.

Ketua LSM Merah Putih, Rahmat Nasution, menilai kebijakan tersebut sangat merugikan masyarakat, khususnya di tengah kondisi ekonomi yang sedang sulit. Rahmat mengkritik Pelindo karena dianggap tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap ekonomi warga dan mendesak pembatalan keputusan tersebut.

“Masyarakat Tanjungpinang juga mendesak agar PT Pelindo lebih memperhatikan kondisi ekonomi mereka dan mencari solusi yang tidak membebani. Mereka berharap Pelindo dapat lebih pro-rakyat dalam kebijakannya dan menghindari keputusan yang berpotensi menambah masalah sosial,” terangnya, Kamis (13/3/25).

Tuntutan untuk transparansi semakin menguat setelah beberapa pihak, termasuk anggota DPRD, meminta Pelindo menjelaskan alasan di balik kenaikan tarif yang dianggap mendadak. Ismail, seorang warga Tanjungpinang, menyatakan perlunya penjelasan yang jelas mengenai dasar hukum kenaikan tarif dan alasan di balik kebijakan tersebut.

Selain itu, banyak masyarakat yang mempertanyakan penggunaan dana sharing fee antara PT Pelindo dan Pemko Tanjungpinang yang melalui BUMD PT Tanjungpinang Makmur Bersama (TMB). Mereka mendesak agar dana tersebut lebih transparan dan digunakan untuk meningkatkan kualitas fasilitas pelabuhan yang dirasa masih minim.

Bahkan, beberapa waktu lalu, kebijakan ini sempat ditolak oleh masyarakat Tanjungpinang secara luas, mulai dari DPRD, LSM, hingga ormas. Mereka khawatir, kenaikan tarif pas pelabuhan akan semakin menyulitkan kondisi ekonomi warga dan berpotensi merugikan sektor-sektor yang bergantung pada fasilitas pelabuhan, seperti sektor pariwisata dan perdagangan.

“Masyarakat netral pun mempertanyakan transparansi pengelolaan dana, termasuk mengapa dana hasil tarif pas pelabuhan tidak masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD). Mereka juga menuntut adanya audit terhadap penggunaan dana tersebut untuk memastikan bahwa dana sharing fee digunakan dengan tepat,” tambahnya

Untuk itu, masyarakat meminta agar PT Pelindo, Pemko Tanjungpinang, dan PT TMB melakukan sosialisasi yang lebih terbuka mengenai kebijakan ini dan transparansi dalam penggunaan dana. Dengan begitu, masyarakat dapat memahami tujuan kebijakan tersebut, yang diharapkan bisa benar-benar meningkatkan kualitas pelayanan tanpa menambah beban bagi mereka.(dwi)

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights